BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Minggu, 24 Mei 2009

Renungan buat para ibu yang berkarir

Saya seorang ibu dengan 2 orang anak, mantan direktur sebuah perusahaan
multinasional. Mungkin anda termasuk orang yang menganggap saya orang yang
berhasil dalam karir namun sungguh jika seandainya saya boleh memilih maka
saya akan berkata kalau lebih baik saya tidak seperti sekarang dan
menganggap apa yang saya raih sungguh sia-sia.Semuanya berawal ketika putri
saya satu-satunya yang berusia 19 tahun baru saja meninggal karena
overdosis narkotika. Sungguh hidup saya hancur berantakan karenanya,
suaminya saat ini masih terbaring di rumah sakit karena terkena stroke
mengalami kelumpuhan karena memikirkan musibah ini. Putera saya
satu-satunya juga sempat mengalami depresi berat dan sekarang masih dalam
perawatan intensif sebuah klinik kejiwaan, dia juga merasa sangat terpukul
dengan kepergian adiknya. Sungguh apa lagi yang bisa saya harapkan.

Kepergian Maya dikarenakan dia begitu guncang dengan kepergian Bik Inah
pembantu kami. Hingga dia terjerumus dalam pemakaian Narkoba. Mungkin
terdengar aneh kepergian seorang pembantu bisa membawa dampak begitu hebat
pada putri kami. Harus saya akui bahwa bik Inah sudah seperti keluarga bagi
kami, dia telah ikut bersama kami sejak 20 tahun yang lalu dan ketika Doni
berumur 2 tahun. Bahkan bagi Maya dan Doni , bik Inah sudah seperti ibu
kandungnya sendiri. Ini semua saya ketahui dari buku harian Maya yang saya
baca setelah dia meninggal. Maya begitu cemas dengan sakitnya bik Inah,
berlembar-lembar buku hariannya berisi hal ini.Dan ketika saya sakit (saya
pernah sakit karena kelelahan dan diopname di rumah sakit selama 3 minggu )
Maya hanya menulis singkat sebuah kalimat di buku hariannya "Hari ini Mama
sakit di Rumah sakit", hanya itu saja. Sungguh hal ini menjadikan saya
semakin terpukul.

Tapi saya akui ini semua karena kesalahan saya.Begitu sedikitnya waktu saya
untuk Doni,Maya dan Suami saya. Waktu saya habis di kantor, otak saya lebih
banyak berpikir tentang keadaan perusahaan dari pada keadaan mereka.
Berangkat jam 07:00 dan pulang di rumah 12 jam kemudian bahkan mungkin
lebih. Ketika sudah sampai rumah rasanya sudah begitu capai untuk memikirkan
urusan mereka. Memang setiap hari libur kami gunakan untuk acara keluarga,
namun sepertinya itu hanya seremonial dan rutinitas saja, ketika hari Senin
tiba saya dan suami sudah seperti "robot" yang terprogram untuk urusan
kantor.Sebenarnya ibu saya sudah berkali-kali mengingatkan saya untuk
berhenti bekerja sejak Doni masuk SMA namun selalu saya tolak, saya anggap
ibu terlalu kuno cara berpikirnya. Memang Ibu saya memutuskan berhenti
bekerja dan memilih membesarkan kami 6 orang anaknya.Padahal sebagai
seorang sarjana ekonomi karir ibu waktu itu katanya sangat baik. Dan
ayahpun ketika itu juga biasa-biasa saja dari segi karir dan penghasilan.
Meski jujur saya pernah berpikir untuk memutuskan berhenti bekerja dan mau
mengurus Doni dan Maya, namun selalu saja perasaan bagaimana kebutuhan
hidup bisa terpenuhi kalau berhenti bekerja, dan lalu apa gunanya saya
sekolah tinggi-tinggi ?. Meski sebenaranya suami saya juga seorang yang
cukup mapan dalam karirnya dan penghasilan. Dan biasanya setelah ada nasehat
ibu saya menjadi lebih perhatian pada Doni dan Maya namun tidak lebih dari
dua minggu semuanya kembali seperti asal urusan kantor dan karir fokus
saya. Dan kembali saya menganggap saya masih bisa membagi waktu untuk
mereka toh teman yang lain di kantor juga bisa dan ungkapan "kualitas
pertemuan dengan anak lebih penting dari kuantitas "selalu menjadi patokan
saya.Sampai akhirnya semua terjadi dan diluar kendali saya dan berjalan
begitu cepat sebelum saya sempat tersadar. Maya berubah dari anak yang
begitu manis menjadi pemakai Narkoba dan saya tidak mengetahuinya!

Sebuah sindiran dan protes Maya saat ini selalu terngiang di telinga. Waktu
itu bik Inah pernah memohon untuk berhenti bekerja dan memutuskan kembali ke
desa untuk membesarkan Bagas, putera satu-satunya, setelah dia ditinggal
mati suaminya.Namun karena Maya dan Doni keberatan maka akhirnya kami
putuskan agar Bagas dibawa tinggal bersama kami. Pengorbanan bik Inah buat
Bagas ini sangat dibanggakan Maya. Namun sindiran Maya tidak begitu saya
perhatikan.

Akhirnya semua terjadi ,setelah tiba-tiba jatuh sakit kurang lebih dua
minggu , bik Inah meninggal dunia di Rumah Sakit. Dari buku harian Maya
saya juga baru tahu kenapa Doni malah pergi dari rumah ketika bik Inah di
Rumah Sakit.Memang Doni pernah memohon pada ayahnya agar bik Inah dibawa ke
Singapore untuk berobat setelah dokter di sini mengatakan bahwa bik Inah
sudah masuk stadium 4 kankernya. Dan usul Doni kami tolak hingga dia begitu
marah pada kami. Dari sini saya kini tahu betapa berartinya bik Inah buat
mereka,sudah seperti ibu kandungnya! menggantikan tempat saya yang seolah
hanya bertugas melahirkan mereka saja ke dunia.Tragis.

Dan sebuah foto "keluarga" di dinding kamar Maya sering saya amati kalau
lagi kangen dengannya. Beberapa bulan yang lalu kami sekeluarga ke desa bik
Inah. Atas desakan Maya kami sekeluarga menghadiri acara pengangkatan
Bagas sebagai kepala sekolah madrasah setelah dia selesai kuliah dan
belajar di pesantren. Dan Doni pun begitu bersemangat untuk hadir di acara
itu padahal dia paling susah untuk diajak ke acara serupa di kantor saya
atau ayahnya. Dan difoto "keluarga" itu tampak bik Inah,Bagas,Doni dan Maya
tersenyum bersama. Tak pernah kami lihat Maya begitu senang seperti saat
itu dan seingat saya itulah foto terakhirnya.

Setelah bik Inah meninggal Maya begitu terguncang dan shock, kami sempat
merisaukannya dan membawanya ke psikolog ternama di Jakarta.Namun sebatas
itu yang kami lakukan setelah itu saya kembali berkutat dengan urusan
kantor. Dan dihalaman buku harian Maya penyesalan dan air mata tercurah.
Maya menulis : "Ya Allah kenapa bik Inah meninggalkan Maya, terus siapa
yang bangunin Maya, siapa yang nyiapin sarapan Maya, siapa yang nyambut
Maya kalau pulang sekolah, Siapa yang ngingetin Maya buat sholat, siapa yang
Maya cerita kalau lagi kesel di sekolah,siapa yang nemenin Maya kalo nggak
bisa tidur..........Ya Allah , Maya kangen banget sama bik Inah "

Astagfirullah bukankah itu seharusnya tugas saya sebagai ibunya, bukan bik
Inah ? Sungguh hancur hati saya membaca itu semua,namun semuanya sudah
terlambat tidak mungkin bisa kembali, seandainya semua bisa berputar
kebelakang saya rela berkorban apa saja untuk itu.Kadang saya merenung
sepertinya ini hanya cerita sinetron di TV dan saya pemeran utamanya. Namun
saya tersadar ini real dan kenyataan yang terjadi. Sungguh saya menulis ini
bukan berniat untuk menggurui siapapun tapi sekedar pengurang sesal saya
semoga ada yang bisa mengambil pelajaran darinya. Biarkan saya yang
merasakan musibah ini karena sungguh tiada terbayang beratnya.Semoga
siapapun yang membaca tulisan ini bisa menentukan "prioritas hidup dan tidak
salah dalam memilihnya". Biarkan saya seorang yang mengalaminya.

Saat ini saya sedang mengikuti program konseling/therapy dan mencoba aktif
ikut dipengajian-pengajian untuk menentramkan hati saya. Berkat dorongan
seorang teman saya beranikan tulis ini semua. Saya tidak ingin tulisan ini
sebagai tempat penebus kesalahan saya, karena itu tidak mungkin!. Dan bukan
pula untuk memaksa anda mempercayainya, tapi inilah faktanya. Hanya semoga
ada yang memetik manfaatnya. Dan saya berjanji untuk mengabdikan sisa umur
saya untuk suami dan Doni. Dan semoga Allah mengampuni saya yang telah
menyia-nyiakan amanahNya pada saya. Dan disetiap berdoa saya selalu memohon
"YA Allah seandainya Engkau akan menghukum Maya karena kesalahannya, sungguh
tangguhkanlah Ya Allah, biar saya yang menggantikan tempatnya kelak,
biarkan buah hatiku tentram di sisiMu". Semoga Allah mengabulkan doa saya.(
Jakarta, Januari 2002).

1 komentar:

Unknown mengatakan...

trims kawan, saya tidak perlu repot lagi cari RUU kep